Daerah Pelayaran
LAUT TERITORIAL
Laut teritorial atau perairan teritorial (bahasa Inggris: Territorial sea) adalah wilayah
kedaulatan suatu negara
pantai selain wilayah daratan dan perairan pedalamannya; sedangkan bagi suatu
negara kepulauan seperti Indonesia, Jepang, dan Filipina, laut teritorial meliputi pula suatu jalur laut
yang berbatasan dengannya perairan kepulauannya dinamakan perairan internal
termasuk dalam laut teritorial pengertian kedaulatan ini meliputi ruang
udara di atas laut teritorial serta dasar laut dan tanah di bawahnya dan,
kedaulatan atas laut teritorial dilaksanakan dengan menurut ketentuan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum
Laut (United
Nations Convention on the Law of the Sea)[1] lebar sabuk perairan pesisir ini dapat diperpanjang
paling banyak dua belas mil laut (22,224 km) dari garis dasar (baseline-sea).
II.2 BATASAN WILAYAH
Berdasarkan
Undang-Undang No. 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia, negara Indonesia
merupakan negara kepulauan. Dalam negara kepulauan diterima asas bahwa segala
perairan di sekitar, di antara, dan yang menghubungkan pulau-pulau atau bagian
pulau-pulau yang termasuk daratan Negara Republik Indonesia, dengan tidak
memperhitungkan luas atau lebarnya merupakan bagian integral dari wilayah
daratan Negara Republik Indonesia sehingga merupakan bagian dari perairan
Indonesia yang berada di bawah kedaulatan Negara Republik Indonesia. Pernyataan
dalam undang-undang ini didasarkan pada fakta sejarah dan cara pandang bangsa
Indonesia bahwa Negara Republik Indonesia yang diproklamasikan pada tanggal 17
Agustus 1945 secara geografis adalah negara kepulauan.
Kedaulatan Negara Republik Indonesia di perairan Indonesia meliputi laut
teritorial, perairan kepulauan, dan perairan pedalaman serta ruang udara di
atas laut teritorial, perairan kepulauan, dan perairan pedalaman, serta dasar
laut dan tanah di bawahnya termasuk sumber kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya. Berdasarkan hak ini, maka wilayah negara Kesatuan Republik Indonesia
meliputi tanah (daratan) dan air (lautan) serta udara di atasnya.
1) Wilayah Daratan
Wilayah daratan adalah daerah di permukaan bumi dalam batas-batas tertentu dan
di dalam tanah permukaan bumi. Untuk menentukan batas wilayah daratan biasanya
dilakukan dengan negara-negara yang berbatasan darat. Batas-batas dapat dibuat
dengan sengaja atau dapat pula ditandai dengan benda-benda alam, seperti
gunung, hutan, dan sungai. Indonesia memiliki wilayah daratan yang berbatasan
dengan Malaysia (Serawak dan Sabah), Papua Nugini, dan Timor Leste.
2) Wilayah Perairan
Wilayah Perairan Indonesia meliputi laut teritorial Indonesia, perairan
kepulauan, dan perairan pedalaman. Laut Teritorial Indonesia adalah jalur laut
selebar 12 (dua belas) mil laut yang diukur dari garis pangkal kepulauan
Indonesia. Perairan kepulauan Indonesia adalah semua perairan yang terletak
pada sisi dalam garis pangkal lurus kepulauan tanpa memperhatikan kedalaman
atau jaraknya dari pantai. Perairan pedalaman Indonesia adalah semua perairan
yang terletak pada sisi darat dari garis air rendah dari pantai-pantai
Indonesia, termasuk ke dalamnya semua bagian dari perairan yang terletak pada
sisi darat dari suatu garis penutup. Penentuan batas perairan khususnya yang
berbatasan dengan negara tetangga dilakukan dengan perjanjian bilateral. Contoh;
Indonesia dengan Malaysia, Indonesia dengan Filipina.
3)
Wilayah Udara
Wilayah udara adalah wilayah yang berada di atas wilayah daratan dan lautan
(perairan) negara itu. Dalam menentukan seberapa jauh kedaulatan negara
terhadap wilayah udara di atasnya, terdapat banyak aliran atau teori. Batas
udara wilayah Indonesia ditentukan oleh garis tegak lurus 90o yang ditarik dari
batas wilayah daratan dan perairan.
II.3 HUKUM LAUT
KHL 1982
membagi kawasan laut atas perairan pedalaman dan perairan kepulauan, laut
wilayah, jallur tambahan, landas kontinen, ZEE, dasar laut dalam (deep seabed)
dan laut bebas.
A. Perairan
Pedalaman
Perairan
pedalaman adalah perairan yang terletak pada sisi dalam garis pangkal. Garis
pangkal adalah tempat mulai siukurnya laut wilayah wilayah, jalur tambahan,
landas kontinen, ZEE.
Berbeda
dengan kedaan sebelumnya yang membedakan garis pangkal atas garis pangkal biasa
(normal baseline) dan garis pangkal lurus (straight baseline),
maka KHL 1982 membedakan garis pangkal atas garis pangkal biasa, garis pangkal
llurus, dan garis pangkal kepulauan (archipelagic straight baseline).
Garis
pangkal biasa adalah garis pangkal yang ditetapkan berdasarkan garis atau titik
air rendah (low water line/low water mark) di sini tidak aka nada
perairan pedalaman dan perairan kepulauan.
Garis
pangkal lurus adalah garis tegak lurus yang ditarik dari titik-titik yang
menghubungkan ujung pulau-pulau yang menghubungkan pulau-pulau di sekitar
pantai, lekukan (teluk) atau sungai, tempat mulai diukurnya laut wilayah, jalur
tambahan, landas kontinen, ZEE. Bagian perairan yang terletak di sisi dalam
garis pangkal, atau di sisi yang menuju kea rah darat disebut perairan
pedalaman. Menurut KHL 1982, ada beberapa keadaan yang menimbulkan laut
pedalaman, yaitu:
a.
Dalam garis
pantai menjorok jauh ke dalam jika terdapat daratn pulau sepanjang pantai di
dekatnya, dapat ditarik garis pangkal lurus di antara titik-titik tertentu di
antara titik-titik atau pulau-pulau itu (Pasal 7). Garis pangkal llurus ini
harus mengikuti arah umum pantai. Dan, perairan kea rah darat ini menjadi
perairan pedalaman.
b.
Dalam hal
garis pantai menjorok jauh ke dalam sehingga mungkin untuk menetapkan
laut yang tertutup daratan (seperti dalam kasus teluk yang diameternya lebih
besar dari setengah lingkaran yang sesuai dengan garis penutup mulut lekukan
(teluk). Penetapan garis penutup tersebut tidak boleh melebihi 24 mil laut
(pasal 10). Perairan kea rah darat ini memiliki status perairan pedalaman.
c.
Pada sungai
yang mengalir langsung ke laut, dapat ditarik garis pangkal yang memotong mulut
sungai di antara garis air rendah dari tebing-tebingnya.
Pada
perairan pedalaman negara pantai memiliki kedaulatan mutlak terhadap
perairannya sendiri, tanah dan dasar laut di bawahnya serta ruang udara di
atasnya,kecuali apabila di dalam perairan itu terdapt selat yang digunakan
untuk pelayaran internasional. Di selat ini berlaku rezim hokum hak lintas
damai seperti yagn berlaku pada laut wilayah.
Garis
pangkal kepulauan adalah garis tegak lurus yang ditarik dari ujung terluar
pulau terluar dari kelompok pulau-pulau pada negara kepulauan, sebagai tempat
mulai diukurnya laut wilayah, jalur tambahan landas kontinen, ZEE. Bagian
perairan yang terletak di sisi dalam garis pangkal, atau di sisi yang menuju
kea rah darat disebut perairan kepulauan.
Negara
kepulauan adalah negara yang seluruhnya terdiri dari kepulauan satu atau lebih
dengan ketentuan bahwa pulau-pulau utama yang berada dalam garis pangkal
tersebut memiliki perbandingan air dengan darat tidak melebihi 9:1, dengan
panjang garis pangkal ini tidak boleh lebih dari 100 mil, kecuali tiga
persennya boleh sampai 125 mil laut. Garis pangkal kepulauan ini tidak boleh
menyimpang jauh dari konfigurasi umum kepulauan (pasal 47).
Berbeda
dengan perairan pedalaman, perairan kepulauan tunduk kepada rejim khusus yang
berkaitan dengan pelayaran dan penerbangan.1 Di perairan kepulauan
kapal-kapal asing memiliki hak lintas kepulauan (archipelagic passage)
melalui alur laut kepulauan (archipelagic sea-lane), dan hak penerbangan
di atas alur kepulauan atau disebut lintas rute penerbangan (air route
passage). Alur-alur kepulauan tersebut harus ditetapkan oleh negara
kepulauan. Jika tidak, maka berlaku alur yang biasa digunakan bagi pelayaran
internasional (pasal 53). Sedangkan untuk selat-selat yang biasanya digunakan
untuk pelayaran internasional, tunduk pada rezim lintas transit.
B. Laut
Wilayah
Laut wilayah
adalah bagian laut selebar 12 mil diukur dari garis pangkal. Konvensi memuat
secara rinci keadaan khusus yang berkaitan dengan penetapan garis pangkal
terkait dengan laut wilayah, yaitu garis pangkal dapat ditetapkan dari:
a.
Bagian
terluar instalasi pelabuhan yang permanen yang merupakan bagian integral dari
system pelabuhan;
b.
Tempat berlabuh di tengah laut (roadsteds) yang biasanya dipakai untuk
memuat,membongkar dan menambat kapal dan yang seluruh atau sebagiannya terletak
di luar batas laut wilayah, termasuk ke dalam laut wilayah;
c.
Elevasi surut2 yang seluruhnya atau sebagiannya terletak pada suatu
jarak yang tidak melebihi lebar laut wilayah dari daratan utama atau pulau;
selevasi surut ini dapat dijadikan sebagai garis pangkal untuk maksud
pengukuran lebar laut wilayah.
Negara pantai memiliki kedaulatan
penuh atas laut wilayahnya, termasuk dasar laut dan tanah di bawahnya. Namun,
berbeda dengan perairan pedalaman, laut wilayah tunduk pada rejim lintas damai
bagi kapal asing (Pasal 17).
Menurut
Pasal 19 (1) KHL III 1982, suatu lintas dikatakan damai jika tidak merugikan
bagi kedamaian, ketertiban atau keamanan negara pantai. Lintas ini harus
dilakukan sesuai dengan ketentuan Konvensi ini dan peraturan hokum
internasional lainnya. Selanjutnya, dalam Pasal 19 (2) dinyatakan bahwa lintas
kapal asing harus dipandang membahayakan perdamaian, ketertiban atau keamanan
negara pantai jika kapal tersebut melakukan salah satu dari kegiatan-kegiatan
berikut:
a.
Ancaman atau
penggunaan kekerasan terhadap kedaulatan, keutuhan wilayah atau kemerdekaan
politik negara pantai, atau dengan cara lain apapun yang merupakan pelanggaran
asas hokum internasional sebagaimana tercantum dalam Piagam Perserikatan
Bangsa-Bangsa;
b.
Setiap
perbuatan yang bertujuan mengumpulkan informasi yang merugikan bagi pertahanan
atau keamanan negara pantai;
c.
Setiap
perbuatan propaganda yang bertujuan mengumpulkan informasi yang merugikan bagi
pertahanan atau keamanan negara pantai.
d.
Peluncuran,
pendaratan atau penerimaan pesawat udara di atas kapal;
e.
Peluncuran,
pendaratan atau penerimaan setiap peraltan dan perlengkapan militer;
f.
Bongkar atau
muat setiap komoditi, mata uang atau orang bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan beacukai, fiscal, imigrasi atau saniter negara pantai;
Komentar
Posting Komentar